Home » » [Lingk] Lumajang: Konflik Berawal dari Desa Wotgalih

[Lingk] Lumajang: Konflik Berawal dari Desa Wotgalih

Written By Celoteh Remaja on Selasa, 13 Oktober 2015 | 09.39

 

KONFLIK TAMBANG
Konflik Berawal dari Desa Wotgalih
Ikon konten premium Cetak | 13 Oktober 2015 Ikon jumlah hit 265 dibaca Ikon komentar 0 komentar

Konflik tambang pasir besi di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, terjadi sejak PT Aneka Tambang menambang pasir besi di Desa Wotgalih, Kecamatan Yosowilangun, tahun 1998-2004. Aktivitas tambang pasir besi di Wotgalih itu menimbulkan konflik antara warga yang pro dan kontra tambang.

KOMPAS/DAHLIA IRAWATI
Tosan (48), petani penolak tambang pasir di Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, Senin (12/10), dipin- dahkan dari ruang ICU Rumah Sakit Saiful Anwar Malang ke ruang pemulihan. Kondisi Tosan membaik. Ia berharap perjuangan menolak penambangan pasir yang dinilai merusak alam berlanjut. Ia mengajak generasi muda untuk turut menjaga alam dan tidak merusaknya.
"

Pengangkutan pasir besi hasil tambang juga merusak jalan, bahkan merusak bangunan rumah warga," kata Abdul Majid Ridwan, Ketua Forum Tolak Tambang Desa Wotgalih.

Saat harga pasir besi turun pada 2004, PT Aneka Tambang menghentikan penambangan. Ketika pasir besi pantai Wotgalih akan ditambang lagi pada 2011, ungkap Ridwan, warga kembali berbeda pendapat. Sejumlah aksi kekerasan terjadi di antara sesama warga.

"Pada 2011, empat warga penolak tambang dikriminalisasi dan dipenjara 5 bulan 2 hari karena menolak pengambilan sampel pasir besi Wotgalih. Dua warga pro tambang juga dipenjara karena menganiaya warga penolak," kata Ridwan.

Ia menyatakan, kasus tewasnya Salim tidak bisa dilihat sebagai kasus pembunuhan semata. Konflik tambang pasir besi di Lumajang bukan kasus baru, termasuk konflik di Desa Selok Awar-Awar. Sejak 2014, Salim dan warga Selok Awar-Awar berkali-kali berunjuk rasa menolak tambang pasir besi, mengadu kepada DPRD Lumajang, dan polisi. Berbagai lembaga negara sudah lama mengetahui konflik tambang Lumajang, tetapi tak membereskannya.

Artiwan, warga Wotgalih yang pernah dikriminalisasi dengan delik perbuatan tidak menyenangkan karena penolakan tambang, menyatakan, dari pengalaman advokasi konflik penambangan di desanya, aparat pemerintah cenderung memihak pelaku tambang.

"Belajar dari pengalaman saya dipenjara karena menolak tambang, kasus pembunuhan Salim hanya bisa dituntaskan jika oknum aparat pemerintah juga diusut. Tambang adalah aktivitas besar, setiap hari melibatkan ratusan truk yang melintas dan merusak di jalan-jalan di Kabupaten Lumajang. Setiap orang mengetahui, protes warga berulang terjadi. Namun, warga yang menolak tambang cenderung dikorbankan," katanya.

Kepala Dinas Energi Sumber Daya dan Mineral Jawa Timur Dewi J Putriatmi juga menyatakan, aktivitas pertambangan ilegal di Selok Awar-Awar ada sejak 2014 dan telah dilaporkan ke polisi. Lokasi tambang di lokasi itu bagian dari wilayah izin usaha pertambangan PT Indo Modern Mining Sejahtera (IMMS) yang berhenti beroperasi pada 2014 karena belum memenuhi persyaratan pengolahan hasil tambang untuk ekspor.

Kekosongan kegiatan pertambangan itulah yang dimanfaatkan Kepala Desa Selok Awar- Awar Hariyono untuk menambang pasir besi di desanya. "Pada 12 Desember 2014, IMMS melaporkan aktivitas pertambangan ilegal ke Polres Lumajang," ujar Dewi.

Indikasi pengabaian praktik penambangan ilegal dan pengabaian konflik tambang terlihat pula pada kasus pembunuhan Salim Kancil dan percobaan pembunuhan atas Tosan. Pada 10 September, Tosan melaporkan ancaman pembunuhan ke Polres Lumajang.

Dalam pengaduan ke polisi itu, Tosan menyebutkan identitas delapan warga pendukung penambangan pasir besi di Desa Selok Awar-Awar yang mengancamnya. Orang yang diadukan mengancam Tosan belakangan ditetapkan menjadi tersangka pembunuhan Salim Kancil dan percobaan pembunuhan Tosan.

Merusak Batur

Persoalan tambang galian C juga terjadi di Bali. Bentang alam Batur di Kintamani, Kabupaten Bangli, yang dikukuhkan sebagai taman bumi (geopark) bagian dari Jaringan Taman Bumi Global, merupakan andalan pariwisata Bangli dan Bali secara umum. Namun, kelestarian kawasan Taman Bumi Batur dikhawatirkan tergerus aktivitas usaha pertambangan bahan galian golongan C tak berizin di kawasan Batur, yang dikelola sebagian masyarakat.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bangli I Wayan Adnyana, yang dihubungi, Jumat (9/10), menyatakan, bentang alam Batur merupakan daya tarik wisata andalan Bangli. Kunjungan wisatawan ke Bangli, yang mencapai 700.000 orang setahun, banyak ke Kintamani, terutama menyaksikan panorama alam Batur.

Keberadaan Taman Bumi Batur dikhawatirkan tergerus usaha pertambangan galian C.

Batur di Kintamani dikenal sebagai daerah pemasok pasir dan batu di Bali selain Karangasem dan Klungkung.

Mudita, warga Desa Songan, Batur, Kecamatan Kintamani, Kamis (8/10), mengatakan, usaha pertambangan galian C di Batur berkembang pada 1990-an. Terdapat puluhan lokasi tambang galian C di Batur.

Setiap hari, menurut Mudita, tak kurang dari 200 truk pengangkut galian C, terutama pasir, bertolak dari lokasi galian C di Batur. Setiap truk pengangkut dikenai pungutan atau iuran.

Terkait itu, Kepala Polda Bali Inspektur Jenderal Sugeng Priyanto menyatakan, jajarannya turut memberikan perhatian terhadap keberadaan pertambangan galian C ilegal di Bali. Polisi akan menindaklanjuti jika mendapat laporan terkait keberadaan pertambangan galian C liar. "Kami mengantisipasi agar di Bali jangan sampai terjadi kasus seperti di Lumajang," kata Sugeng di Gianyar, Kamis.

Aktivitas penambangan pasir dan batu yang tidak terkendali juga telah lama berlangsung di kawasan Gunung Merapi, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Penambangan itu menimbulkan berbagai dampak buruk yang merugikan masyarakat banyak. Menyikapi hal itu, warga berniat melapor ke Polda Jawa Tengah.

Sugiyono, warga Desa Keningar, Kecamatan Dukun, Senin, mengatakan, kasus penambangan itu sepatutnya dilaporkan ke polda karena telah menimbulkan beragam dampak kerugian, termasuk perusakan terhadap fasilitas umum, seperti saluran irigasi dan jalan desa. Aktivitas penambangan juga merusak, menggerus lahan pertanian warga, merusak bibir sungai, dan mengurangi debit atau bahkan mematikan mata air.

Di Jakarta, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Bambang Gatot mengatakan, tercatat lebih dari 4.000 izin usaha pertambangan (IUP) di sektor mineral dan batubara di Indonesia bermasalah karena belum berstatus clear and clean (CNC). Pemerintah mengimbau kepala daerah menertibkan IUP sampai akhir tahun ini.

Kriteria berstatus CNC antara lain izin tidak tumpang tindih, memiliki kelengkapan laporan eksplorasi, studi kelayakan, dan analisis dampak lingkungan, serta kewajiban membayar royalti dan iuran tetap.

Lebih baik

Kondisi berbeda dirasakan masyarakat pesisir selatan Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Mereka kini menikmati hidup lebih baik setelah aktivitas penambangan pasir besi dihentikan pertengahan 2014. Sektor perikanan, konservasi alam, perkebunan, hingga kerukunan antarwarga kembali hidup.

Endang Kuspendi, warga Cipatujah, Tasikmalaya, Senin, mengatakan, setelah penambangan pasir besi dihentikan, dirinya dapat menanam pohon laut di pesisir Pantai Cipatujah. Beragam pohon seperti bakau atau butun yang tak bisa ditanam karena lahan di lokasi penambangan kini tumbuh subur.

"Dulu, pohon-pohon laut ini banyak menyelamatkan warga saat gempa bumi dan tsunami 2006. Namun, saat ada penambangan, satu per satu ditebang. Saya berharap suatu saat nanti pohon laut itu kembali menyelamatkan warga," katanya.

Sektor perikanan juga bergairah kembali. Jajang, nelayan Cikalong, Tasikmalaya, kini kembali leluasa mencari ikan. "Pesisir Pantai Cipatujah dan Cikalong sempat tercemar sisa pencucian pasir besi. Air bekas cucian merusak habitat ikan di pantai," ujarnya.

Kondisi jalan yang lebih baik juga disyukuri warga. Latief, warga Pancatengah, Tasikmalaya, mengatakan, saat ini sudah terbangun jalan selatan dari Sukabumi ke Pangandaran melintasi Tasikmalaya. Jalan mulus dibuat dari beton cor itu tidak mungkin dinikmati jika aktivitas penambangan pasir besi masih berjalan. "Dulu, jalan itu sangat rusak karena kerap dilintasi truk bertonase di luar aturan, dan semakin parah saat musim hujan datang," katanya.

Tanpa tambang yang merusak, hidup warga kini jauh lebih baik.

(dia/nik/ryo/cok/egi/apo/che)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 13 Oktober 2015, di halaman 23 dengan judul "Konflik Berawal dari Desa Wotgalih".

http://print.kompas.com/baca/2015/10/13/Konflik-Berawal-dari-Desa-Wotgalih?utm_source=beritaterkait

__._,_.___

Posted by: Djuni Pristiyanto <belink2006@yahoo.com.sg>
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
===== Petunjuk Milis Lingkungan ===========

Gunakan bahasa yang sopan dan bersikap dewasa
Berlangganan: lingkungan-subscribe@yahoogroups.com
Berhenti    : lingkungan-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Lingkungan tidak menerima segala bentuk ATTACHMENT, bila ada
yang akan kirim ATTACH harap di-COPY & PASTE di BADAN EMAIL.

===== Motto:Lestari dan berseri Indonesiaku ======

Arsip berita-berita lingkungan di Indonesia :
http://groups.yahoo.com/group/berita-lingkungan/
Berlangganan : berita-lingkungan-subscribe@yahoogroups.com

.

__,_._,___
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. Kumpulan Milis Indonesia - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger